Polwan Bareskrim Polri Menerima Penghargaan Internasional Dari International Association Of Women Police
Tribratanewsmanggaraibarat.com-Pembukaan konferensi International Association of Women Police (IAWP) ke-58 oleh Kapolri, Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si. yang dihadiri perwakilan aparat penegak hukum dari negara sahabat, Polwan dari mancanegara, dan Polwan RI dari sabang sampai Merauke sebanyak 980 peserta yang hadir secara langsung maupun online oleh 39 negara. Momen ini merupakan suatu kehormatan bagi Indonesia karena merupakan negara tuan rumah pertama di Asia sejak berdirinya asosiasi ini pada tahun 1915 yang dilaksanakan di Labuan Bajo, NTT. Minggu (07/11/2021).
Namun ada hal yang menarik yang kita lihat pada acara tersebut yakni seorang Polisi Wanita (Polwan) dari Bareskrim Polri, AKBP Rita Wulandari Wibowo menjadi Polwan satu–satunya dari Indonesia yang menerima IAWP Award, sebuah penghargaan dari Asosiasi Polisi Wanita Internasional bersama 9 Polisi dari negara lainnya yang dinilai terbaik dalam bidang penanganan kejahatan terhadap perempuan dalam kategori Prevention and Detection of Violence Against Women Award 2020 (Penghargaan Pencegahan dan Deteksi Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun 2020).
Saat menerima penghargaan, Rita yang saat ini bertugas di Pusinafis Bareskrim berkesempatan menyampaikan ucapan terimakasih kepada Kapolri yang telah mendukungnya dengan memberikan akses dan kesempatan kepada Polwan untuk maju dan setara gender di lingkungan Polri yang dibuktikan dengan memberikan jabatan strategis kepada Polwan, antara lain sebagai Kapolres yang pernah dirasakan Rita saat menjadi Kapolres di Kota Tegal.
Kemudian Presiden IAWP, Deborah Friedl dalam sambutannya yang disampaikan secara virtual menyampaikan bahwa Rita mendapatkan award ini karena dinilai dari konsistensi dan kecintaannya selama 17 tahun menangani kasus perempuan dan anak yang berhadapan dengan hukum, baik melalui siber maupun kejahatan konvensional antara dengan pengungkapan kasus–kasus seperti : kekerasan fisik, psikis atau seksual pada tindak pidana perdagangan orang, perdagangan organ tubuh, pelacuran atau pornografi anak, penyelundupan manusia atau people smuggling, dan pengiriman pekerja ilegal ke LN untuk dieksploitasi secara fisik/ seksual serta terlibat dalam operasi pemulangan 2.500 TKIB & WNIO dari Timur Tengah ke Indonesia.
Semuanya dilakukan pada saat Rita sebelum menjadi Kapolres di Tegal Kota, yakni bertugas menjadi penyidik di Subdit Renakta Polda Metro Jaya, Kanit PPA di Direktorat Tindak Pidana Umum dan Kanit di Direktorat Tindak Pidana Siber di Bareskrim Polri.
AKBP Rita Wulandari Wibowo yang pernah mendapat Pin Emas Kapolri, banyak melibatkan dirinya dalam berbagai program dan kegiatan utk membagikan pengalamannya kepada kementrian dan lembaga, para praktisi maupun akademisi dan masyarakat guna dimanfaatkan untuk menciptakan program dan strategi pencegahan dan penanganan, melindungi perempuan dan anak Indonesia serta kelompok rentan lainnya seperti disabilitas, lansia dan kaum terdiskriminasi lainnya agar tidak menjadi korban/pelaku kekerasan/eksploitasi kejahatan berbasis gender.
Selain pro-aktif dalam upaya represif melalui menegakkan hukum, Rita juga intens melakukan berbagai strategi pencegahan melalui kampanye di media online dan sosialisasi kepada masyarakat khususnya orangtua, anak dan tenaga pendidik di sekolah serta pihak aparat penegak hukum, memberikan konsultasi, berkoordinasi dan memberikan asistensi kepada penyidik PPA (Pelayanan Perempuan dan Anak) di jajaran seluruh Indonesia.
Rita telah memberikan perlindungan telah bekerja sama dan mengintegrasikan mitra–mitra Polri dengan menempatkan korban di dalam lembaga penyedia layanan lain, perlindungan sosial dan rehabilitasi lainnya bersama kementrian lembaga penyedia layanan dan perlindungan kepada perempuan dan anak.
AKBP Rita juga aktif terlibat dalam pembuatan peraturan dan kebijakan serta implementasi penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum melalui SPPA (Sistem Peradilan Pidana Anak).
Kasus yang berkaitan dengan perempuan dan anak sangat sensitif, sehingga dalam penanganannya harus dilakukan secara khusus, petugasnya khusus, sarananya khusus dan cara yg digunakan juga khusus yaitu pendekatan humanis, peka dan responsif gender yang dimiliki oleh Polisi Wanita.
"Tidak hanya perempuan yang saya advokasi, Polisi laki–laki (Polki) juga saya libatkan dan berikan motivasi dalam penanganan kasus perempuan anak untuk ikut sensitif dan responsif gender, karena kita yakin mereka pasti memiliki seorang ibu, istri, anak, saudara yang perempuan sehingga memungkinkan mereka untuk menanganinya dengan profesional dan sensitif gender. Dengan demikian misi perlindungan ini akan menjadi lebih kuat dengan saling melengkapi," terang Rita.
"Sebagai perempuan saya ingin menguatkan dan berharap untuk bisa bergandengan tangan dan bahu membahu memerangi masalah kejahatan serta kekerasan terhadap perempuan dan anak dimanapun kita berada melalui konsep 3 E : to Embrace, to Encourage, and to Empower," ucap Rita.