Polres Mabar Menang Gugatan Praperadilan Direktur PT. OMB di Labuan Bajo
Tribratanewsmanggaraibarat.com-Labuan Bajo - Kepolisian Resor Manggarai Barat, Polda Nusa Tenggara Timur, menang dalam kasus praperadilan setelah Majelis Hakim Pengadilan Negeri Labuan Bajo tidak mengabulkan gugatan terhadap dugaan kekeliruan proses penetapan tersangka kasus dugaan penggelapan jabatan di salah satu perusahaan swasta di Labuan Bajo, Manggarai Barat.
"Gugatan itu sepenuhnya ditolak sebagaimana putusan inkracht yang telah dibacakan oleh Hakim di Pengadilan Negeri Labuan Bajo pada hari Rabu (23/08/2023) lalu. Dengan demikian praperadilan ini sepenuhnya dimenangkan oleh pihak termohon dalam hal ini Kepolisian Negara Republik Indonesia Cq. Kapolda NTT Cq. Kapolres Manggarai Barat Cq. Kasat Reskrim Polres Manggarai Barat," kata Kapolres Mabar, AKBP Ari Satmoko, S.H., S.I.K., M.M. melalui Kasat Reskrim, AKP Wahyu Agha Ari Septyan, S.I.K., Jumat (25/08/2023) pagi.
AKP Wahyu menjelaskan gugatan praperadilan itu diajukan oleh pemohon RK (42) warga Jimbaran, Kabupaten Badung, Provinsi Bali, tersangka kasus dugaan penggelapan jabatan pada PT OMB tersebut, melalui kuasa hukumnya Sumarno, S.H. di Pengadilan Negeri Labuan Bajo beberapa waktu lalu tepatnya pada Senin (14/08/2023) lalu. Penggugat yang merupakan Direktur PT OMB itu menduga ada kekeliruan penyidik terhadap prosedur penetapan tersangka dalam kasus dugaan penggelapan jabatan pada PT OMB.
"Dalam sidang praperadilan tersebut Polres Manggarai Barat diwakili oleh lima orang kuasa hukum telah bekerja maksimal menghadapi permohonan pemohon sebagaimana tata cara yang diatur dalam KUHAP dengan tahapan persidangan berupa memberikan jawaban, mengajukan sebanyak 63 alat bukti," jelas Kasat Reskrim.
Kemudian, pada tahapan akhir, mereka memberikan kesimpulan kepada majelis hakim sehingga meyakinkan hakim dalam mengambil keputusan mengenai sah atau tidaknya penetapan tersangka yang dilakukan oleh penyidik Polres Manggarai Barat.
"Putusan inkracht ini menunjukkan bahwa penyidik Satuan Reskrim dalam hal ini Unit II Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) telah berhasil membuktikan profesionalisme dalam bekerja sesuai prosedur yang berlaku dan juga menampik tudingan tersangka bersama kuasa hukumnya yang mempermasalahkan profesionalisme penyidik terhadap proses penetapan tersangka," ucap Perwira berpangkat AKP itu.
AKP Wahyu menambahkan dengan adanya putusan ini pun sekaligus mematahkan pernyataan kuasa hukum RK (42), Sumarno, S.H. yang menilai proses penetapan kliennya sebagai tersangka dalam kasus dugaan penggelapan jabatan pada PT OMB cacat prosedural dan syarat kriminalisasi.
"Kita tidak mungkin asal menetapkan orang tersangka, kita tentunya mempunyai alat bukti yang cukup untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka. Kita juga tidak serta-merta menetapkan orang sebagai tersangka tanpa alat bukti yang cukup," tegasnya.
Ia menyebutkan penyidik Reskrim Polres Mabar dalam menetapkan RK (42) sebagai tersangka telah bekerja berdasarkan ketentuan dan mekanisme hukum uang berlaku. Penetapan tersangka dilakukan setelah melalui pengumpulan sejumlah alat bukti dan pemeriksaan sejumlah saksi.
"Selama ini bukti-bukti sudah kita kumpulkan mulai dari saksi ahli, kemudian dari koban maupun saksi lainnya, dan surat. Kalau terkait surat di berita yang diperdebatkan audit internal, sebenarnya kita sudah tidak pakai. Karena dari pihak sebelah tidak setuju, makanya kita undang dari audit eksternal," ujarnya.
Lanjutnya, dalam proses pengumpulan informasi, terlapor juga diketahui tidak kooperatif karena berusaha menghilangkan sejumlah alat bukti.
"Itu pun hasil yang didapat belum semuanya, karena ada beberapa bukti yang dibakar sama penggugat (tersangka). Kalau memang dia tidak salah, buat apa dia bakar buktinya," tutur Kasat Reskrim.
Meski telah mendapatkan keputusan penolakan gugatan praperadilan RK (42) oleh Hakim Pengadilan Negeri Labuan Bajo, Wahyu menyebutkan perlu memberikan klarifikasi terkait pernyataan kuasa hukum yang menyebutkan penetapan tersangka RK (42) cacat prosedural karena tidak didahului dengan pemberitahuan dimulainya penyidikan terhadap kliennya. Pasca ditetapkan sebagai tersangka, SPDP sudah dikirimkan kepada terlapor.
"Kalau SPDP yang tanpa tersangka tidak diwajibkan untuk memberitahukan, karena kita belum ada calon tersangkanya. Kita hanya memberitahukan kepada Kejaksaan, tapi kalau SPDP yang ada tersangka kami sudah kirim ke beliau, ada bukti pengiriman melalui (kantor) pos," jelas AKP Wahyu.
Hal lainnya adalah usai ditetapkan sebagai tersangka, RK (42) disebut mangkir dari 2 kali agenda pemeriksaan yang dijadwalkan oleh penyidik. Untuk itu, penyidik pun menetapkan RK (42) masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
"Pada saat kita melakukan pemanggilan pertama sebagai tersangka, dia melalui pengacaranya yang minta untuk undur waktunya dan mereka yang meminta pemeriksaan pada tanggal 25 Juli, tapi kami tunggu mereka tidak datang, padahal mereka yang menjanjikan," ungkapnya.
"Setelah itu kita buat panggilan kedua, waktu itu di Bali, bukan di sini supaya mempermudahkan mereka, tapi merekapun tidak datang dengan alasan untuk menyiapkan praperadilan. Tapi kan sidang praperadilan itu belum dimulai. Kecuali kalau saat kita menaikan status dia sebagai DPO ini dalam proses sidang praperadilan. Tapi saat penetapan DPO sidang praperadilan belum dimulai," tambahnya.
Kasat Reskrim juga menambahkan,
sidang Pra Peradilan dengan nomor : 2 / Pid.pra / 2023 / PN. Lbj, telah berlangsung selama kurang lebih enam hari sejak 14 Agustus 2023. Guna menghormati proses hukum tersebut, pihaknya tidak melakukan proses penangkapan saat praperadilan sedang bergulir.
"Saat masuk dalam tahapan praperadilan, kita juga pending, tidak melakukan penangkapan terhadap yang bersangkutan, kita tetap hargai proses praperadilan dulu. Namun, berdasarkan putusan yang sudah berkekuatan hukum tersebut, proses hukum terhadap tersangka RK (42) akan dilanjutkan sesuai tahapan dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku," tegasnya.
"Pelaku RK (42) dijerat Pasal 374 KUHP tentang penggelapan dengan ancaman hukuman lima tahun penjara," pungkasnya.**#